Aku tahu tak mungkin terjadi lagi.
Takkan ada walau sebatas deja vu.

Biar fusi matahari meningkat, walau bulan tertimpa asteroid, entah saat itu mengapa aku membiarkan elektron masuk, meng-elektronegatifkan hasrat memiliki hingga padam tanpa adanya respirasi sel.

Sekali terucap tak tertarik lagi kau kulepas layaknya hidrogen dalam siklus krebs yang kini melayang bebas seperti gas mulia menunggu sesuatu mengikatnya menjadi senyawa.

Mungkin perasaanku tak seluas ordo matriks identitas Sifatku, mengkristal bagai NaOH, membeku, membatu.

Namun biar karang yang tegar melawan abrasi.
Kuakui kini, diriku menyesali.
Entah menunggu atau tak mau menafikan hati.
Aku bagai Leptoptilos javanicus yang kehilangan kaki.
Pincang hati ini jalani hari-hari, lumpuh bayangmumu hiasi pikiran ini dan menyadari, betapa penting hadirmu disisi.

Ku tahu, takkan ada lagi kembali, bahkan sebatas mimpi.
Namun daya-NYA lebih sakti dari tangen 90.

Ku kini berharap pada mimpi dan bayang-bayangmu.
Akankah ada lagi kesempatan tuk memperbaiki semua kesalahanku?
I Love You, Ibu.

Maulana Irvan
Member of Xpresi 1.